11.9.12

Terrorist?

Gambars dari Banoosh.com

At least 12 people killed at Colo. Batman showing. Associated Press – Fri, Jul 20, 2012



Di TiVi (Tipuan Visual):
  • Penembakan yang terjadi di Papua dilakukan oleh Orang Tak Dikenal atau Kelompok Sipil Bersenjata.
  • Penembakan yang terjadi di Solo diduga dilakukan oleh Kelompok Teroris. Dan berapa hari kemudian mereka yang "baru diduga" Teroris telah tewas dalam suatu penggerebekan.
  • Rencana peledakan bom di jalur pipa gas dekat Christ Cathedral Gading Serpong Tangerang yang melibatkan seorang juru kamera Global TV digagalkan oleh pihak kepolisian. ...alhamdulillah berhasil "digagalkan", kalau tidak???






[Dari Hidayatullah.com - JANGAN DIBACA!]
Kelicikan Media Massa
 
Bukan satu-dua kali, jika menyangkut Islam, media TV menampilkan sumber monolog, utamanya datang dari militer atau polisi.

Oleh: Aditya Abdurrahman*

ASU ni edaM
Tak lama setelah pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, Ustad Abubakar Ba’asyir (ABB) ditangkap Densus 88, sebuah stasiun TV mengadakan acara dialog Live.

Melalui seorang presenter, stasiun televisi tersebut membuka kesempatan bagi pemirsa untuk memberikan opininya tentang penangkapan Ustad ABB. Tanpa disangka, si penelepon, rupanya sejalan dengan pemikiran ABB, di mana ia meyakini ada rekayasa asing dalam penangkapan tersebut. Tapi ada yang menarik dalam sesi tanya jawab itu. Di saat sang penelpon mengatakan bahwa Densus 88-lah yang sebenarnya melakukan tindakan “teror” , telepon sang penanya langsung diputus oleh pihak TV.

Rupanya presenter tahu betul, si penelepon kurang sejalan dengan misi TV-nya dalam dialog bertema terorisme ini.

***

Kasus-kasus seperti ini di media massa kita memang bukan terjadi sekali-dua kali. Bulan Juli 2009, beberapa hari pascapeledakan bom Kuningan, sebuah stasiun TV mewawancarai mantan Kepala Densus 88 Polri Brigjen Pol. (Purn) Suryadarma Salim. Dengan panjang lebar mantan Kepala Satgas Antiteror Polri ini secara monolog, menjelaskan masalah terorisme. Ia, mengatakan, "Mereka ingin mendirikan Daulah Islamiyah (negara Islamiyah di Indonesia), dan habitat mereka itu paling subur di Indonesia.”

Bisa dibayangkan, seorang polisi--bukan seorang ahli mengenal liku-liku gerakan Islam—bahkan boleh dikata kurang paham Islam, membahas terorisme dan kaitannya dengan Islam secara monolog, tanpa pembanding.

Yang mengejutkan, tayangan itu disiarkan lagi berulang-ulang selama beberapa hari, dari pagi, sore, dan malam hari.

Sekedar catatan, rata-rata untuk tayang iklan di TV butuh biaya sekitar Rp 10 juta per/ 30 detik. Memunculkan Suryadarma Salim dengan waktu panjang berulang kali, bukan sebuah kebetulan. Pastilah ada udang di balik batu.

Berapa juta orang “terhipnotis” kampanye Suryadarma Ali hari itu?

Islam dan propaganda media

Dua hal yang tak bisa dipisahkan dalam setiap misi media adalah, membangun opini publik dan propaganda.

Pertama, propaganda selalu memberikan informasi yang dirancang dengan pesan yang sudah disiapkan tujuannya. Tentu saja, terserah pengelola media yang bersangkutan. Semua pesan dan faktanya, adalah pilihan redaksi. Pesan propaganda harus dapat menghasilkan pengaruh. Jadi, propaganda bukan suatu kebetulan, dia adalah memanipulasi buah pikiran yang dikehendaki.

Kedua, opini publik (public opinion). Secara psikologis, opini publik pada dasarnya ditentukan oleh pendangan dan kepentingan pribadi atau golongan (dalam hal ini media). Meski demikian, kemampuannya mampu menggerakkan perangkat politik dan Negara.

Korban dua hal ini bisa dilihat dalam kasus wacana FPI, poligami, nikah sirri dan terorisme.

Syekh Puji dicitrakan sangat negatif karena ia menikahi anak SMP. Karena itu, media memberi image orang menikah “sirri” sebagai kejahatan, melebihi koruptor. Sebaliknya jutaan orang justru dimuliakan karena mereka kumpul kebo. Andaikata Syekh Puji meniduri 100 WTS, dia tak akan dihukum dan tidak akan pula dicitrakan seolah “jahat”.

Mantan Ketua PBNU pernah berseloroh, “Jika nanti ada polisi menggerebek orang yang nikah sirri, lebih baik mengaku saja kumpul kebo.” Pernyataan ini, sekedar menunjukkan, betapa tak adilnya hukum dan logika media massa di negeri ini.

Bukan sekali-dua kali umat Islam dikadalin (dikerjain, red) media massa tanpa bisa melakukan pembalasan atau memberikan hal jawab secara adil dan sepadan.

Di sinilah letak penting mengapa umat Islam harus memiliki media. Hanya saja, meski sering menjadi korban, umat Islam sering mengabaikan arti penting keberadaan media. Kaum muslim yang kaya, biasanya, sering mengalokasikan uangnya untuk kampanye jadi bupati, gubernur atau presiden.

Betapa sering orang kaya-raya menghambur-hamburkan uangnya untuk kampanye pilkada? Toh akhirnya tidak sedikit mereka batal jadi pejabat.

Jika umat Islam memiliki media yang bagus dan kuat, dan dikelola secara baik, maka, pemberitaan dan pembentukan opini apapun bisa dikelola secara baik. Isu negatif tentang Islam akan dengan mudah pula dinetralisir. Semua pencitraan buruk tentang Islam oleh Barat, juga bisa terbendung.

Adalah pernyataan Dr. Yusuf Qaradhawi yang sangat luar biasa bagus. Beliau mengatakan, Kalau saja kita (umat Islam) diberi kebebasan selama 20 tahun untuk membina umat, tanpa gangguan dan tekanan penguasa (Barat) atau konflik dengan mereka, itu sudah cukup untuk mengembalikan kejayaan umat Islam”.

Faktanya, umat Islam tak berdaya bukan karena mereka tak berdaya. Yang ada, karena mereka “diperdayai”.

Dr. Zakir Naik, seorang ilmuwan, kristolog dan seorang dai asal India, pernah merasakan ini memanfaatkan peluang emas mengisi seorang diri. Ia pernah beusaha me-lobby sebuah stasiun televisi untuk program Islam tanpa disensor, ditutup-tutupi atau diatur keinginan rating. Ketika itu waktu yang diberikan hanya beberapa puluh menit saja, namun Alhamdulillah, program itu mampu menyedot perhatian pemirsa dan direspon secara positif. Sampai akhirnya stasiun televisi lokal tersebut rela membayar Dr. Zakir Naik atas program yang dibuatnya tersebut. Namun beliau menolak, dengan mengatakan, “Saya tidak butuh uangmu, cukup berikan saya waktu lebih banyak lagi untuk mendakwahkan Islam di televisimu”.

Sesungguhnya jika kehidupan dunia ini bisa diibaratkan game (permainan), dan umat Islam diberi waktu memainkan peran secara adil, maka hasilnya akan berbeda. Tapi, faktanya tidaklah demikian.

Media dan dakwah

Kepemilikan media sangat menentukan keberhasilan dakwah Islam melalui media. Itu juga yang menjadi alasan mengapa dakwah Islam belum bisa efektif dan tersebar luas di seluruh pelosok dunia.

Umat Islam harus berazam untuk memiliki media massa yang baik atau memperkuat yang sudah ada. Media yang adil dalam penyampaian berita, sehingga dampaknya bisa dirasakan pada semua makhluk, tak hanya umat Islam sendiri. Bahkan bisa dirasakan umat lain.

Bukan media yang menuhankan rating. Media massa yang menjadikan ideologinya profit oriented, ia cenderung menghalalkan segala cara. Karenanya, jangan heran, banyak orang cerdas tiba-tiba hilang kendali setelah mereka bergabung di media massa. Sebelum masuk, ia dikenal anak-anak kampus yang cerdas. Sebab, rata-rata IP menjadi wartawan selalu di atas 3 dan memiliki kemampuan bahasa asing yang baik. Sayangnya, setelah jadi wartawan, kebiasaan membaca, mendengar pendapat orang dan kemampuan menganalisa jadi tumpul. Sebab, ia lebih mengejar “esklusivitas” berita. Secara akademik, mungkin ia masih cerdas, tapi, ia sudah tak memiliki kecerdasan “hati”.

Hampir semua orang yang digerebek Densus 88 langsung disebut media sebagai “teroris”, meski pengadilan belum berjalan. Media tak pernah mengukur, bagaimana perasaan anak dan istri mereka di lingkungan, di sekolah, dan di tempat kerja mereka. Sebutan ini saja sudah hukuman yang belum tentu bisa hilang selama puluhan tahun.

Tapi tak usah berharap banyak, sebab, media yang visi utamanya hanya profit oriented, bisa dipastikan, tak akan melahirkan wartawan/penulis/reporter/redaktur yang memiliki kecerdasan hati dan perasaan. Hasilnya selalu begitu.

Selama orientasi pemilik media hanyalah modal dan profit, maka selamanya tak akan sejalan dengan tujuan dakwah dan Islam itu sendiri. Di sinilah letak arti penting media Islam.

Meski demikian, pekerjaan mengelola media bukanlah pekerjaan sederhana. Sebab ia dibutuhkan keterampilan dan keahlian yang baik dan benar. Bukan asal membuat media.

Andaikata, saat ini semua media, TV dan kantor berita dihibahkan kepada umat Islam, belum tentu, umat Islam mampu mengelolanya dengan baik.

Sumber daya umat Islam dalam mengelola media ini masih kurang akibat ketidakterarikan umat akan bidang ini. Di saat yang sama, banyak umat Islam membanggakan media-media yang selama ini justru sering “memusuhi” Islam secara diam-diam. Bahkan tak terasa pula, ia menjadi wartawan/penulis/pembaca, bahkan menjadi pelanggan setianya.

Pertanyaannya, sampai kapan Anda tak peka dalam masalah ini?

Penulis sedang mengambil program pascasarjana bidang komunikasi di Universitas Airlangga Surabaya
***

Lihat juga:

Dari YouTube...


Lihat langsung di YouTuberuth...

5 komentar:

  1. Peringatan Tragedi WTC 911 ke-11

    Kasus "teroris" kembali muncul ke permukaan menjelang kedatangan Menlu AS Hillary Clinton 4 September 2012 lalu. Hal ini pernah terjadi tahun-tahun sebelumnya ketika menjelang kedatangan "Bos Besar/Tuan/Majikan" ke Indonesia. Saat itu yang menjadi bulan-bulanan Densus 88 adalah Ustadz ABB.

    Ada semacam "ritual" budak untuk menyenangkan majikannya.

    Ritual kali ini: Kasus teror Solo, 2 tumbal yang "diduga" teroris mati ditembak dalam suatu "penggerebekan" dan sisanya diberitakan melarikan diri dan diduga kabur ke Bandung dan Depok/Bogor. Disusul kemudian kasus Bom Beji (Depok) yang terjadi sebelum tanggal 9 September 2012 dan sampai sekarang kasus tersebut sedang ditangani oleh pihak kepolisian!!!

    Dari hasil kunjungan Hillary, yang saya tahu adalah AS berjanji memberi bantuan dana "sekian miliar" (lupa) untuk bidang "pendidikan" di Indonesia. Dan terakhir berita di TV, DPR sepakat untuk merevisi anggaran dana untuk meningkatkan kemampuan Densus 88 dalam pemberantasan terorisme.

    Ucapan Bush pasca (fitnah) teror WTC 911: "Kalian bersama "kami" atau bersama teroris?"

    Indonesia: "..." (tebak sendiri!)

    BalasHapus
  2. Laporan ritual "Terorisme" edisi September 2012:

    Terorisme di Solo berakhir di Depok.
    1. 2 orang yang "diduga" teroris tewas dalam sebuah penggerebekan di Solo... dan sisanya melarikan diri ke daerah Depok...
    2. Di Depok, Thorik "menyerahkan diri" dengan menyerahkan barang bukti...
    3. Mr. X (Wahyu Ristanto) korban dan yang diduga pelaku "Bom Beji" Depok, tewas di RS POLRI beberapa hari setelah kejadian.
    4. Yusuf Rizaldi dinyatakan buron sebagai buronan terorisme.
    5. ...

    Sampai jumpa di edisi selanjutnya...

    BalasHapus
  3. "Kalian bersama "kami" atau bersama teroris?"
    Kami bersama ALLA SWT,krn Bush atau Teroris cuma seperti dua muka pada satu koin uang Loga

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Kalian bersama 'kami' atau bersama 'terorist'?" adalah ucapan George W. Bush pasca penyerangan WTC oleh "teroris" pada 11 September 2001...

      Agar Kita tahu (silahkan simak!):
      http://jejak-iblis.blogspot.com/2011/12/tragedi-fitnah-world-trade-center-wtc.html
      http://indonesia-faith-freedom-ffi.blogspot.com/2009/08/zeitgeist-movie.html

      Hapus
  4. Siapa yg mencetuskan Perang Dunia Pertama?
    Siapa yg mencetuskan Perang Dunia kedua?
    Siapa pula yg bunuh 20 jt nyawa suku Aborigine Australia?
    Siapakah yg hantar bom utk hancurkan Hiroshima & Nagasaki?
    Siapa pula yang membunuh lebih 100 juta orang Indian Amerika Utara?
    Siapa yg bunuh 50 juta org Indian di Selatan Amerika?
    siapa yg menjadikan 180 jt orang Afrika sbg budak, 88% dari budak itu mati di buang di lautan Atlantik!

    TIDAK ADA DI ANTARA KALANGAN PELAKU-PELAKU ITU ORANG-ORANG ISLAM

    islam tdk senang dgn perang, justru mrka mempertahankan diri krna negaranya didzolimi bangsa barat, Indonesia saja yg tdk sadar dijajah... merasa negaranya damai, padahal dirampok habis2an, dijadikan buruh alias budak.

    jika anda org Islam silakan baca Al Qur an, jelaslah org yg tdk suka Islam itu adl kafir, jika anda tdk sepaham, itu namanya mengingkari firman Allah, Islam tdk pernah memerangi agama lain, tp klo dihina agamanya, wajib umat Islam berjuang fi sabilillah!

    BalasHapus